Kelas 1E, label yang selalu teringat jika ditanya kelas apa kamu?. Berisi sekitar 42 orang murid, dengan latar belakang keluarga yang berbeda-beda, Adzim salah satunya. Adzim teman sebangku yang sukanya tidur dan masa bodoh dengan orang lain, favoritnya hanyalah mendengar bel istirahat, lari ke kantin dan menghabiskan uang saku sepuasnya. Satu lagi favoritnya, mendengar bel pulang. Pasti dia akan lari kencang menuju angkot yang sudah siap berbaris rapi seperti anak pramuka yang lagi PBB. Sebelumnya pertemuan adzim denganku mungkin memang sudah dijodohkan (baca : sebagai teman sebangku), hari pertama MOS dia diantar oleh ayahnya yang ternyata lahir di desa tempat aku dibesarkan. Kita saling kenal dan ternyata kita sekelas. Yang paling khas dari Adzim adalah senyumnya yang tulus dan tanpa beban, dan seolah berkata
“persetan dengan semuanya, yang penting aku senyum ke semua orang”
Ya, senyum adalah sesuatu yang sangat indah untuk dilihat dan dirasakan, meskipun senyum itu datang dari orang yang belum kita kenal. Senyum ibarat pembawa warna dalam jiwa yang kesakitan. Senyum yang tulus datang untuk merobek rasa benci dan angkuh yang tertanam dalam roh kita. Senyum lambing dari kedamaian yang penuh arti dan simbol dari kejujuran dalam hati.
Bulan Agustus akan kita jalani, dengan berbagai perlombaan yang mulai tak aku pahami maknanya. Wali kelas member kuasa kepada Neichi untuk menunjuk teman-temannya mengikuti perlombaan. Dan, aku ditunjuk mewakili lomba adzan, pusing dah waktu ditunjuk tuh. Bukan masalah hafal adzan atau tidak, tapi yang ngga sanggup tuh dilihat begitu banyak orang. Protes, tapi tetap tidak diganti, hal yang diotak hanyalah mogok untuk tidak ikut. Saat perlombaan berlangsung, Neichi menangis melihat aku yang mogok tidak mau ikut, mungkin karena takut dimarahin oleh wali kelas. Akhirnya dengan terpaksa dan didorong oleh keinginan teman-teman (khusunya Neichi sang ketua kelas kita), berat hati aku ikut. Mendengar suara sound memanggil namaku.
“Ahmad Liashhabil Yamin, kelas 1E”
“mampus dah”, gumam dikit. Mengumpulkan kekuatan untuk malu, maju dengan menatap kebawah, saat sudah di depan lebih parahnya lagi jurinya wali kelas sendiri, rasa jadi campur aduk seperti es campur tanpa tape. Memulai adzan dengan nada salah dan sikap yang salah, mencoba melirik dewan juri, semuanya geleng-geleng kepala. Dan ada 2 kemungkinan orang geleng-geleng kepala, yang pertama karena kecapekan, yang kedua kecewa dan mau muntah ketika mendengar suara adzanku (saat itu aku yakin kalau mereka memilih opsi kedua).
Adzan selesai, lari ke kelas, duduk tenang di depan kelas yang sejuk, ketika menoleh ke sebelah kiri, astaga, ada pasangan lagi ciuman. Hmh, membuatku dilemma, antara beruntung dan ngga enak juga sehabis adzan lihat orang “bercumbu”. Kaki melangkah ke kantin, bertemu dengan teman-teman tuk menceritakan kemenangan ketenangan, bukan kemenangan membawa trophy, tapi hanya kemenangan kepuasan dan ketenangan.
Kemenangan kepuasan hati dan ketenangan merupakan kemenangan yang paling berharga dan bermakna dalam hidup ini. Meskipun kalian menjadi juara tingkat nasional ataupun tingkat internasional, tapi diri kalian tidak atau kurang merasa puas, maka kemenangan itu ibarat kekalahan yang sangat telak yang pernah kalian alami. Kemenangan kepuasan hati diatas segalanya, kemenangan kepuasan hati akan dapat membuat diri kita mengerti akan adanya kerja keras yang berbuah kebahagiaan. Dan kebahagiaan itu akan terasa indah bila kita melakukan usaha atau kerja keras secara jujur dan tulus. Rumus:
Kerja keras tulus dan jujur + usaha = kebahagiaan dan kemenangan hati.
By BIBIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar