Rabu malam pukul 18.45, mencoba menyusuri jalanan kota dan berharap menemukan hal yang menarik. Hal yang bisa menjadi suatu bahan refensi pemikiran yang lebih baik, hal yang bisa mengubah sesuatu yang tidak kita harapkan menjadi hal yang kita syukuri. Hal yang bisa membuat kita berpikir untuk merenungkan setiap malam apa yang telah kita perbuat, hal yang dapat mengubah hati kita yang berwarna hitam menjadi sedikit abu-abu.
Tepat di tepi jalan raya, ku hentikan langkah dan menatap gedung megah yang berdiri, berhiaskan lampu berwarna-warni, dan hiasan yang begitu mahal. Sejenak ku palingkan wajah ke sebelah gedung megah, dan yang terlihat anak kecil membawa gelas mineral bekas dengan pakaian yang kusut, bapak-bapak tua yang melangkah dengan susah payah sambil menyodorkan tangannya, ibu-ibu berwajah murung yang duduk diam menatap setiap manusia lewat didepan badannya.
Di sebelah barat manusia berpakaian rapi dan berpasang-pasangan menikmati cairan dalam gelas. Kaum yang selalu memandang sinis terhadap makhluk lain, dan hidup dengan penuh kepalsuan. Apa mereka pernah sadar, bahwa hidup mereka hanya sebagai virtualisasi dari rasa ego yang begitu tinggi, apa enaknya menjadi orang yang tidak bebas sesuai dengan keinginan hatinya. Pernah saya mengenal wanita, yang bisa dibilang “cewek populer dan gaul (kelewat gaul)”, dia mempunyai sekumpulan anak kaum atas mulai dari anak pejabat dan pengusaha (lebih tepatnya kaum yang menganggap dirinya paling sempurna padahal sebenernya mereka lah orang yang paling menderita). Tapi saat teman saya mengungkapkan dirinya menyukai laki-laki dari kaum jelata, dia merasa tertekan, dilema antara memilih cinta sejatinya atau sekumpulan anak yang hidup dengan kepalsuan?. Dia merasa nyaman dengan “lelaki jelata”, sering mereka habiskan waktu bersama dan tanpa sengaja saat bersamaan bertemu dengan sekumpulan anak penuh kepalsuan, mereka mencaci maki dan mengumpat tiada henti. Singkat cerita, akhirnya dia memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan lelaki jelata tersebut. Dia mengorbankan cinta sejatinya hanya untuk kepalsuan dan hidup seperti menjadi wayang yang dikendalikan oleh dalang ego.
Ironis, kata yang tepat untuk kehidupan perbedaan kelas yang semakin tinggi dan diagungkan di negeri yang penuh kebohongan ini. Apa pernah mereka berpikir seandainya tidak ada kelas kaum jelata yang hidup di dunia, mereka mau memamerkan kekayaan kepada siapa? Mereka ingin sombong dan menghina siapa? mereka ingin menyuruh siapa jika semua orang hidup makmur?.
Renungkan dan camkan dalam jiwa kalian yang terdalam, sebelum anda hidup makmur kelak, atau kalian sudah hidup makmur, bahwa jangan pernah sekalipun kalian memandang rendah kaum jelata, karena pada dasarnya kaum jelata adalah kaum yang populer.
By BIBIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar