Sabtu, 02 Oktober 2010

goresan sehabis jumaatan part 2

Meneruskan tulisan ‘goresan sehabis jumaatan’ yang tidak jelas tapi tetep aja ada yang baca. Hal yang kedua yang sering atau bisa dibilang hal yang hanya aku bisa lakukan adalah menulis dan menulis. Menulis apa saja dari kejadian yang telah dialami, entah itu masa lalu yang cupu, masa sekarang, dan pemikiran masa depan.
Apa yang di pikiran kalian, maka itulah bahan tulisan kalian. Jika menemui pak satpam dan menegur anda, maka tulis dan ceritakanlah kejadian itu. Jika ditegur oleh calon mertua dan memintamu agar pulang lebih cepat dari apel malam minggu, maka tulis dan ceritakanlah kejadian itu.
Hal yang pasti dengan tulisan adalah kita bisa berfantasi dan membuat kata-kata yang tidak bisa kita ucapkan didepan masyarakat umum, seperti umpatan, cacian, hinaan, rasa yang kita pendam dan segala hal yang ada di otak kita. Tulisan merupakan buah dari pemikiran yang terkadang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Karena tidak semua manusia diberi kekuatan dan keberanian untuk mengungkapkan gejolak di hatinya.
“Memperlebar relasi”, kata ini muncul dengan berjalannya waktu akibat dari efek salah jurusan yang diderita oleh seorang mahasiswa yang berasal dari keluarga petani. Pada dasarnya tidak ada niat sama sekali untuk berteman dengan banyak orang dengan tujuan tertentu, dan itu memang tidak pernah tertanam dalam jiwa. Namun ternyata dengan mempunyai banyak teman yang berasal dari berbagai kalangan dan berbagai status, hal itu memberikan dampak positif dalam segala hal terutama dalam urusan “tugas kampus”.
Jujur, aku lebih nyaman dan menjadi diri sendiri ketika berkumpul dengan sesama kaum “underclass”, karena kita merasakan kesamaan nasib dan merasakan kondisi buruk yang sama. Hal itu muncul akibat seringnya melihat anak-anak “highclass” menyombongkan dirinya di depan kaum bawah. Mereka seakan-akan menjadi orang yang paling sempurna dengan memiliki segalanya dan meremehkan kami. Kaum highclass yang menurutku hanya sekumpulan orang yang mengandalkan harta yang sudah ada tanpa pernah mencoba untuk mencarinya sendiri, dan mereka merasa hebat dengan kebodohannya itu. Kata “muak” selalu terucap jika melihat tingkah mereka yang selalu menindas kami. Orang-orang “highclass” yang menurutku kekayaannya adalah hasil dari jerih payah kaum “underclass”, apa mereka pernah sadar bahwa harta yang mereka dapat adalah andil dari kalangan kaum bawah, siapa yang membantu mereka dalam mencari uang yang diagungkan di otak mereka. Uang yang selalu mereka hasilkan dari pembodohan kaum bawah, uang yang berselimut kebohongan dan darah dari orang miskin.

By BIBIL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar